PENGERTIAN
Pelayanan rawat darurat
adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam
waktu segera untuk menyelamatkan kehidupannya. Unit kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan rawat darurat disebut dengan
nama Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Instalasi Gawat Darurat
(IGD) adalah salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal
bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan
hidupnya. Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan kebijakan mengenai
Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit yang tertuang dalam Kepmenkes
RI No. 856/Menkes/SK/IX/2009 untuk mengatur standarisasi pelayanan gawat
darurat di rumah sakit.
TUJUAN
1)Mencegah kematian dan
kecacatan pada penderita gawat darurat
2)Menerima rujukan pasien
atau mengirim pasien
3)Melakukan penanggulangan korban musibah
masal dan bencana yang terjadi didalam maupun diluar rumah sakit
4)Mampu memberikan pelayanan dengan kualitas
tinggi pada masyarakat dengan problem medis akut
KRITERIA
1)Instalasi gawat darurat
harus buka 24 jam
2)Instalasi gawat darurat juga harus memiliki
penderita – penderita false emergency (korban yang memerlukan tindakan medis
tetapi tidak segera),tetapi tidak boleh mengganggu / mengurangi mutu pelayanan
penderita- penderita gawat darurat
3)Instalasi gawat darurat sebaiknya hanya
melakukan primary care sedangkan definitive care dilakukan ditempat lain dengan
cara kerjasama yang baik
4)Instalasi gawat darurat harus
meningkatkan mutu personalia maupun masyarakat sekitarnya dalam penanggulangan
penderita gawat darurat (PPGD)
5)Instalasi gawat darurat harus melakukan
riset guna meningkatkan mutu / kualitas pelayanan kesehatan masyarakat
sekitarnya.
MUTU
Klasifikasi yang
membedakan setiap pelayanan di Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit adalah
adanya :
1)Ketersediaan sumber daya manusia
2)Ketersediaan fasilitas dan peralatan
3)Ketersediaan sarana pendukung
4)Ketersediaan sistem kendali mutu
5)Ketersediaan fasilitas pendidikan dan
pelatihan
PRINSIP UMUM PELAYANAN IGD
Menurut Depkes (2010)
1.Setiap Rumah Sakit
wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki kemampuan melakukan
pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat dan melakukan resusitasi dan
stabilitasi (life saving).
2.Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah
Sakit harus dapat memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam
seminggu.
3.Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan
gawat darurat di rumah sakit diseragamkan menjadi Instalasi Gawat Darurat
(IGD).
4.Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka
pada saat menangani kasus gawat darurat.
5.Pasien gawat darurat harus ditangani paling
lama 5 ( lima ) menit setelah sampai di IGD.
6.Organisasi IGD didasarkan pada organisasi
multidisiplin, multiprofesi, dan terintegrasi struktur organisasi fungsional
(unsur pimpinan dan unsur pelaksana)
7.Setiap Rumah sakit wajib berusaha untuk
menyesuaikan pelayanan gawat daruratnya minimal sesuai dengan klasifikasi.
DISIPLIN PELAYANAN
Disiplin pelayanan adalah
suatu aturan yang berkaitan dengan cara memilih anggota antrian yang akan
dilayani lebih dahulu. Disiplin yang biasa digunakan adalah (Subagyo, 1993) :
1. FCFS : First Come-First Served(pertama masuk, pertama
dilayani)
2. LCFS : Last Come-First Served(terakhir masuk, pertama
dilayani)
3. SIRO : Service In Random Order(pelayanan dengan urutan acak)
4. Emergency First : Kondisi berbahaya yang
didahulukan
Dalam hal kegawatdaruratan pasien yang datang
ke IGD akan dilayani sesuai urutan prioritas yang ditunjukan dengan labelisasi
warna ,yaitu :
1. Biru: Gawat darurat,
resusitasi segera yaitu Untuk penderita sangat gawat / ancaman nyawa. Contoh
: Henti jantung yang kritis, henti nafas yang kritis, trauma kepala yang
kritis, perdarahan kepala yang kritis.
2. Merah: Gawat darurat,
harus MRS yaitu untuk penderita gawat darurat (kondisi stabil / tidak
membahayakan nyawa ). Contoh : Sumbatan jalan nafas atau distress nafas, luka
tusuk, penurunan tekanan darah, perdarahan pembuluh nadi, problem kejiawaan,
luka bakar derajat II > 25% tanpa mengenai muka dan dada, diare dengan dehidrasi,
patah tulang.
3. Kuning : Gawat
darurat, dapat MRS / Rawat jalan yaitu untuk penderita darurat, tetapi tidak
gawat. Contoh : Lecet luas, diare non dehidrasi, luka bakar derajat I dan II.
4. Hijau : Gawat
tidak darurat, dengan penanganan bisa rawat jalan yaitu Untuk bukan penderita
gawat. Contoh : Cidera otak ringan, luka bakar derajat I
5. Hitam : Meninggal
dunia
1. Kemampuan menangani life
saving anak dan dewasa.
2. Jam buka pelayanan gawat
darurat, standar 24 jam.
3. Pemberi pelayanan kegawat
daruratan yang bersertifikat (yang masih berlaku).
4. Ketersediaan tim
penanggulangan bencana, standar 1 tim.
5. Waktu tanggap pelayanan
dokter di gawat darurat, standar ≤ 5 menit terlayani setelah pasien datang.
6. Kepuasan pelanggan,
standar ≥ 70%.
7. Kematian pasien ≤ 24 jam,
standar ≤ 2 per 1000 ( pindah ke pelayanan rawat inap setelah 8 jam ).
8. Khusus untuk RS jiwa,
pasien dapat ditenangkan dalam waktu ≤ 48 jam.
9. Perawat minimal D3 dan
bersertifikat pelatihan Pelayanan Gawat Darurat.
10. Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka.
PERATURANPERUNDANG–UNDANGAN
A. Pengaturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelayanan gawat darurat adalah UU No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis, dan Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari.
B. Pengaturan Penyelenggaraan Pelayanan Gawat Darurat Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam pasal 5l UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, dimana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan. Selanjutnya, walaupun dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan gawat darurat namun secara tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut sebenarnya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
A. Pengaturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelayanan gawat darurat adalah UU No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis, dan Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari.
B. Pengaturan Penyelenggaraan Pelayanan Gawat Darurat Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam pasal 5l UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, dimana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan. Selanjutnya, walaupun dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan gawat darurat namun secara tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut sebenarnya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.djemari.org/2010/11/pelayanan-gawat-darurat-emergency-care.html
(diakses tgl 27maret2016)
Keputusan Menteri Kesehatan No. 856/ Menkes/
SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun
2009 tentang kesehatan, No.29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran
http://www.academia.edu/5660816/Pelayanan_Gawat_Darurat_dan_Rawat_Jalan
(diakses tgl 27maret2016)
Komentar
Posting Komentar